Suku asli Pulau Seram, Maluku, yang teguh memegang adat dan kepercayaan leluhur, terkenal dengan kain berang merahnya. Suku Naulu (sering j...
Suku asli Pulau Seram, Maluku, yang teguh memegang adat dan kepercayaan leluhur, terkenal dengan kain berang merahnya.
Suku Naulu (sering juga ditulis Nuaulu) merupakan salah satu suku asli yang mendiami Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Mereka dikenal sebagai komunitas masyarakat adat yang masih sangat kuat mempertahankan tradisi dan sistem kepercayaan nenek moyang (disebut juga Alifuru oleh masyarakat Seram).
Kehidupan dan Ciri Khas
Suku Naulu umumnya bermukim di bagian selatan tengah Pulau Seram, di hulu Sungai Noa (seperti di Dusun Sepa dan Nuanea). Nama Noaulu atau Noahatan sendiri diyakini berasal dari kata “noa” (nama sungai) dan “hatan”/“ulu” (hulu), yang berarti orang-orang yang mendiami hulu sungai Noa.
Mata pencaharian utama masyarakat Naulu berpusat pada pemanfaatan hasil hutan, seperti berladang dan berburu.
Salah satu ciri khas yang paling menonjol dari Suku Naulu adalah kain berang atau karanunu, yaitu ikat kepala berwarna merah yang wajib dikenakan oleh para pria dewasa. Ikat kepala ini memiliki makna penting dan tidak boleh dilepaskan, kecuali saat mandi.
Adat dan Ritual
Suku Naulu memiliki beragam ritual dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun sebagai wujud penghormatan terhadap alam semesta, roh, dan leluhur (Upuku Anahatana).
Pataheri (Upacara Cidaku): Ini adalah ritual inisiasi bagi anak laki-laki yang sudah dianggap dewasa. Selama ritual ini, mereka mengenakan kaeng berang di kepala dan cawat, menjalani puasa, dan diasingkan sementara. Ritual ini bertujuan agar laki-laki menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Ritus Pengasingan Wanita (Posune): Perempuan Suku Naulu yang sedang mengalami masa menstruasi (datang bulan) harus menjalani ritual pengasingan selama beberapa hari di rumah kecil yang disebut Posune atau Posuno. Darah haid dianggap tidak baik untuk lingkungan adat.
Tradisi Kuno: Pada masa lalu, Suku Naulu dikenal memiliki tradisi memenggal kepala manusia yang dijadikan persembahan kepada nenek moyang untuk menghindari bahaya, simbol kebanggaan, bahkan sebagai mas kawin. Namun, sejak sekitar tahun 1970-an, tradisi ekstrem ini telah diganti dengan penggunaan hewan seperti kuskus sebagai korban ritual.
Meskipun dihadapkan dengan derasnya arus modernisasi, Suku Naulu terus berupaya mempertahankan kebudayaan dan kearifan lokal mereka, menunjukkan keteguhan mereka sebagai penjaga tradisi di bumi Maluku.
Referensi:
Fahham, A. M. (2014). Sistem Religi Suku Nuaulu di Pulau Seram Maluku Tengah. Aspirasi: Jurnal Masalah-masalah Sosial, 5(2).
Indonesia Kaya. Menggali Kekayaan Tradisi Suku Naulu di Era Modern. (Diakses dari sumber informasi daring terpercaya yang relevan).
Liputan6.com. Mengenal Suku Nuaulu Maluku dan Tradisi Ekstrem Memenggal Kepala Manusia. (Diakses dari sumber informasi daring terpercaya yang relevan).
Sumber-sumber studi antropologis mengenai Suku Nuaulu (seperti karya Tunny dan Nina).

Komentar