Kisah Lutung Kasarung dan Purbasari: Cerita Rakyat Jawa Barat Penuh Pesan Moral ...
Kisah Lutung Kasarung dan Purbasari: Cerita Rakyat Jawa Barat Penuh Pesan Moral
Indonesia adalah negeri yang kaya akan budaya, dan salah satu warisan terindahnya adalah cerita rakyat yang tak lekang oleh waktu. Dari sekian banyak dongeng, ada satu kisah legendaris dari tatar Pasundan (Jawa Barat) yang selalu menarik untuk diceritakan kembali: Kisah Lutung Kasarung dan Putri Purbasari.
Cerita ini bukan hanya dongeng pengantar tidur biasa. Ini adalah kisah klasik tentang pertarungan abadi antara kebaikan dan kejahatan, ketulusan melawan iri dengki, dan yang paling penting: bahwa kecantikan sejati tidak terlihat dari rupa, melainkan dari hati.
Mari kita telusuri kembali perjalanan ajaib Purbasari dan sang kera sakti misterius.
Awal Mula: Iri Hati di Kerajaan Pasir Batang
Alkisah, di Kerajaan Pasir Batang, hiduplah seorang Raja bijaksana bernama Prabu Tapa Agung. Sang Prabu memiliki dua orang putri dengan sifat yang sangat bertolak belakang:
- Purbararang: Putri sulung yang cantik rupawan, namun sombong, angkuh, dan hatinya penuh iri dengki.
- Purbasari: Putri bungsu yang tidak hanya cantik wajahnya, tetapi juga rendah hati, baik budi, dan penyayang.
Menjelang akhir hayatnya, Prabu Tapa Agung merasa sudah waktunya untuk turun takhta. Berdasarkan pertimbangan sifat dan kebijaksanaan, Sang Prabu memilih Purbasari untuk menggantikannya sebagai Ratu.
Keputusan ini membuat Purbararang murka. Ia merasa sebagai anak sulung, dirinyalah yang paling berhak atas takhta itu.
Siasat Jahat dan Pengasingan
Dikuasai amarah dan iri hati, Purbararang (bersama tunangannya, Raden Indrajaya) pergi menemui seorang nenek sihir sakti. Ia meminta agar Purbasari dikutuk sehingga takhta jatuh ke tangannya.
Nenek sihir itu pun mengabulkan permintaan tersebut. Dalam semalam, kulit Purbasari yang mulus dan cantik berubah menjadi mengerikan, penuh dengan bintik-bintik hitam (kudis).
Penyakit ini dijadikan alasan oleh Purbararang untuk menghasut rakyat. "Orang yang dikutuk seperti itu tidak pantas menjadi Ratu!" serunya.
Tanpa bisa melawan, Purbasari yang malang diusir dari istana dan diasingkan ke hutan belantara yang lebat dan menyeramkan.
Pertemuan dengan Lutung Kasarung
Di dalam hutan, Purbasari hidup seorang diri. Namun, sifat baiknya tidak pernah luntur. Ia tetap ramah kepada alam, berteman dengan para hewan, dan selalu sabar menjalani takdirnya.
Suatu hari, ia bertemu dengan seekor kera berbulu hitam legam (lutung) yang misterius. Anehnya, kera ini tampak sangat cerdas, protektif, dan selalu menghiburnya. Kera inilah yang dikenal sebagai Lutung Kasarung.
Purbasari merasa aman di dekat lutung itu. Ia merawat sang lutung, dan lutung itu pun menjaganya dari bahaya hutan.
Apa yang tidak diketahui Purbasari, Lutung Kasarung bukanlah kera biasa. Dia sebenarnya adalah Prabu Guru Minda, seorang dewa dari kahyangan yang tampan dan sakti. Ia dikutuk dan diturunkan ke bumi dalam wujud kera karena sebuah kesalahan, dan ia hanya bisa kembali ke wujud aslinya jika menemukan cinta sejati yang tulus.
Melihat kebaikan hati Purbasari, Lutung Kasarung tahu ia telah menemukan orang yang tepat.
Kesembuhan Ajaib dan Adu Tampan
Suatu malam, Lutung Kasarung bersemedi memohon kepada para dewa. Secara ajaib, muncullah sebuah telaga (atau pancuran) kecil dengan air yang sangat jernih dan wangi.
"Tuan Putri," kata Lutung Kasarung (yang bisa berbicara), "Mandilah di telaga ini. Ini akan menyembuhkanmu."
Purbasari menuruti perintah itu. Dan benar saja, begitu ia menyentuh air, seluruh penyakit kulitnya lenyap seketika. Ia kembali menjadi cantik, bahkan jauh lebih cantik dari sebelumnya.
Kabar tentang Purbasari yang telah sembuh akhirnya sampai ke telinga Purbararang. Ia murka bukan main dan segera menyusul adiknya ke hutan, berniat untuk mempermalukannya sekali lagi.
"Jika kau ingin kembali ke istana," kata Purbararang dengan licik, "kau harus mengalahkanku dalam dua tantangan!"
Purbararang pun memberikan tantangan:
- Adu Panjang Rambut: Purbararang mengurai rambutnya yang panjang hingga sepinggang. Purbasari pun mengurai rambutnya, dan ternyata jauh lebih panjang hingga menyentuh tumit. Purbararang kalah.
- Adu Tampan Tunangan: Tidak terima, Purbararang menantang adu tampan tunangan. "Ini tunanganku, Raden Indrajaya yang gagah!" katanya sombong. "Mana tunanganmu? Pasti tidak ada yang mau denganmu!"
Purbasari bingung dan sedih. Di tengah keputusasaannya, ia menarik tangan Lutung Kasarung yang setia menemaninya. "Inilah tunanganku," katanya pasrah.
Purbararang dan Indrajaya tertawa terbahak-bahak. "Jadi tunanganmu seekor kera jelek?! Aku menang!"
Akhir yang Bahagia
Tepat saat Purbararang tertawa paling keras, Lutung Kasarung tiba-tiba berdiri tegak. Asap tebal menyelimutinya, dan dalam sekejap, wujud kera hitam itu lenyap.
Di tempatnya berdiri, muncullah seorang pria yang sangat tampan dan gagah, berpakaian layaknya dewa. Dialah Prabu Guru Minda dalam wujud aslinya. Semua orang, terutama Purbararang, terkejut dan tak bisa berkata-kata.
"Tunanganmu memang tampan," kata Guru Minda kepada Purbararang. "Tapi tunangan Purbasari adalah seorang Dewa."
Purbararang langsung berlutut, menyerah kalah dan memohon ampun atas semua kejahatannya. Sebagai seorang yang berhati mulia, Purbasari memaafkan kakaknya.
Akhirnya, Purbasari kembali ke istana dan menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang, memimpin dengan adil dan bijaksana. Ia pun menikah dengan Prabu Guru Minda (Lutung Kasarung) dan mereka hidup bahagia selamanya.
Pesan Moral (Amanat) dari Kisah Ini
Cerita Lutung Kasarung dan Purbasari bukanlah sekadar dongeng. Ada beberapa pesan moral yang sangat relevan hingga hari ini:
- Jangan Menilai dari Penampilan: Lutung Kasarung yang berwujud kera jelek ternyata adalah dewa yang tampan. Purbasari yang berpenyakit kulit menjijikkan memiliki hati semurni berlian.
- Kebaikan Hati Selalu Menang: Meskipun Purbasari menderita, kebaikan dan kesabarannya pada akhirnya membuahkan hasil.
- Iri Hati Menghancurkan Diri Sendiri: Kejahatan Purbararang yang didasari iri hati hanya membuatnya malu dan kalah pada akhirnya.
- Kecantikan Sejati Ada di Dalam Hati: Cerita ini adalah pengingat bahwa kecantikan fisik (rupa) tidak ada artinya jika tidak disertai dengan kecantikan hati (budi pekerti).
Semoga kisah klasik dari Jawa Barat ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Credit :
Penulis : Fikri
Gambar ilustrasi : Google

Komentar